Friday, July 26, 2013

Sifat- Sifat Kayu Terutama terhadap Air


Sifat Higroskopis Kayu

Sifat khas kayu.

Mampu melepas dan mengikat kandungan air ke dan dari udara sesuai suhu dan kelembaban udara di sekitarnya.
Bila udara basah (kelembaban tinggi) maka kadar air kayu akan meningkat.
Bila udara kering(kelembaban rendah) maka kadar air kayu akan berkurang.
Kembang Susut
Kayu mengalami penyusutan dan pengembangan ukuran pada perubahan kadar air di bawah Titik Jenuh Serat.
Perubahan kadar air di atas Titik Jenuh Serat tidak menyebabkan perubahan ukuran.
Perubahan dimensi dinyatakan dalam persen dari dimensi maksimum kayu.
Penyusutan (%):

Dimensi Awal - Dimensi Akhir
x
100%
Dimensi Awal

Anisotropis Kayu

Terdapat perbedaan besar penyusutan pada ketiga arah kayu:
Arah tangensial, memiliki penyusutan paling besar, yaitu maksimal 10%
Arah radial, memiliki penyusutan sebesar maksimal 5%
Arah longitudinal, maksimal 0,3 %

Skar (1989) mengemukakan bahwa kayu sebagaimana bahan berlignoselulosa lainnya memiliki sifat higroskopis yaitu  dapat menyerap atau melepas air dari lingkungannya. Tsoumis (1991) menambahkan bahwa air yang diserap dapat berupa uap air atau air dalam bentuk air cair.
                                
Pada kondisi lembab, kayu kering akan menghisap atau menaik uap air, sedangkan pada keadaan kelembaban udara yang rendah, kayu basah akan melepaskan uap air. Sifat higroskopis ini menyebabkan kayu pada kondisi dan kelembaban tertentu dapat mencapai suatu keseimbangan, yang berarti kadar air kayu tidak akan mengalami perubahan. Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa kadar air keseimbangan ini merupakan sebuah ukuran higroskopisitas.

Kadar Air (KA)

Haygreen dan Bowyer (1996) mendefinisikan KA sebagai berat air yang dinyatakan sebagai persen terhadap berat kayu bebas air atau berat kering tanur (BKT)-nya. Di dalam kayu, KA kayu berkisar antara 40 sampai 200%. Keragaman nilai KA dapat terjadi antar spesies, bahkan antar bagian dari pohon yang sama (Forest Product Laboratory Technical 1999).
Air di dalam kayu terdiri dari air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-sama menentukan nilai KA kayu. Dalam satu jenis pohon, KA kayu kondisi segar bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Haygreen dan Bowyer 1996). Brown et. al. (1952) menyatakan bahwa apabila kayu tidak lagi melepaskan atau menyerap air, maka kayu berada dalam kondisi kesetimbangan dengan lingkungan. KA pada kondisi tersebut dinamakan KA keseimbangan (KAK), yang seringkali dianggap sama dengan KA kondisi kering udara (KA-KU).
Besarnya nilai KAK lebih rendah dibandingkan KA-TJS. KAK dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dimana kayu itu digunakan, terutama suhu dan kelembaban relatif. Menurut Oey Djoen Seng (1964), besarnya KA-KU juga tergantung dari keadaan iklim setempat. Di Indonesia berkisar antara 12 hingga 20%, dan di Bogor sekitar 15%.

Kadar Air Kayu

Kadar air merupakan banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Air dalam kayu terdapat dalam dua bentuk yaitu air bebas yang terdapat pada rongga sel dan air terikat (imbibisi) yang terdapat pada dinding sel. Kondisi dimana dinding sel jenuh dengan air sedangkan rongga sel kosong, dinamakan kondisi kadar air pada titik jenuh serat. (Simpson, et.al, 1999; Brown, et al., 1952). Kadar air titik jenuh serat besarnya tidak sama untuk setiap jenis kayu, hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur dan komponen kimia. Pada umumnya kadar air titik jenuh serat besarnya berkisar antara 25-30% (Panshin, et.al, 1964). Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa besarnya titik jenuh serat berkisar antara 20-40%.

Kadar Air Titik Jenuh Serat (KA-TJS)

Kondisi dimana rongga sel kosong tetapi dinding sel jenuh terisi air dinamakan kondisi titik jenuh serat (TJS). Kadar air pada kondisi tersebut dinamakan KA-TJS. Titik ini adalah suatu titik kritis, karena dibawah titik ini sifat kayu terganggu oleh adanya perubahan nilai kandungan air. Pada kondisi TJS, perubahan KA akan menyebabkan perubahan berat, volume, dan dimensi kayu (penyusutan dan atau pengembangan) terutama pada arah radial dan tangensial. Perubahan pada arah longitudinal sangat kecil sehingga dapat diabaikan (Haygreen dan Boyer 1996).

Berat Jenis (BJ)

BJ kayu merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukkan perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air. Nilai BJ biasanya bertambah jika KA kayu berkurang di bawah TJS-nya (Haygreen dan Bowyer 1996).
Sebagian besar jenis kayu dalam keadaan kering terapung dalam air yang membuktikan bahwa sebagian volume dari kayu berisi rongga-rongga udara dan pori (Forest Product Laboratory Technical 1999). Selain sebagai penduga kekuatan kayu, BJ merupakan suatu indicator yang dapat digunakan untuk menduga mudah tidaknya suatu kayu dikeringkan. Kayu yang memiliki BJ tinggi umumnya sukar dikeringkan dan mengalami cacat lebih besar dibandingkan kayu yang memiliki BJ rendah (Tobing 1995).
Selanjutnya disebutkan bahwa BJ kayu umumnya dipengaruhi oleh ukuran sel, tebal dinding sel serta hubungan antara jumlah sel dengan berat dan tebal dinding sel. Sel serat (fiber) sangat penting pengaruhnya terhadap BJ karena porsinya yang tergolong tinggi sebagai komponen penyusun kayu.
Dengan luasan penampang lintangnya yang relatif kecil, hanya dibutuhkan ruang yang sempit untuk menempatkan jumlah sel yang lebih banyak. Jika serat berdinding tebal dan berongga sempit, maka jumlah rongga udara sedikit dan BJ akan tinggi, sebaliknya jika serat berdinding tipis dan berongga besar maka BJ akan berkurang (Tobing 1976).

Penyusutan

Perubahan KA di atas TJS tidak akan merubah sifat fisis dan mekanis suatu jenis kayu. Sebaliknya perubahan nilai KA di bawah TJS akan mengakibatkan perubahan keteguhan kayu dan diikuti dengan terjadinya penyusutan (bila KA berkurang) atau pengembangan (bila KA bertambah) dimensi.
Menurut Kollmann dan Cote (1968), penyusutan dimensi total dinyatakan sebagai besarnya perbedaan dimensi kayu pada keadaan segar (greenwood) dengan dimensi pada keadaan kering tanur. Nilai penyusutan biasanya dinyatakan sebagai selisih dimensi atau volume dibandingkan
terhadap dimensi atau volume awal, yang dinyatakan dalam persen.
Disebutkan pula penyusutan tangensial berkisar antara 3,5 sampai 15%,sedangkan penyusutan radial sekitar 2,5 sampai 11%. Untuk penggunaan praktis, penyusutan arah longitudinal pada  umumnya diabaikan karena sangat kecil (Haygreen dan Bowyer 1996).
Menurut Tobing (1976), rendahnya nilai susut longitudinal disebabkan karena sebagian besar  arah mikrofibril dalam lapisan dinding sel hampir sejajar terhadap sumbu sel, sedangkan susut  tangensial yang besarnya dua kali dari susut radial, diakibatkan karena adanya tahanan jari-jari,
penyimpangan arah mikrofibril sekitar noktah yang kebanyakan terdapat pada dinding radial  sehingga berpengaruh terhadap penyusutan radial, dan adanya perbedaan struktur dinding sel.
Umumnya kayu dengan BJ tinggi akan menyusut lebih banyak dibandingkan dengan kayu BJ  rendah. Kayu daun lebar (hardwood) biasanya mengalami penyusutan yang lebih besar dibandingkan jenis-jenis kayu daun jarum (softwood ) (Tobing 1995).
Crew dalam Skaar (1972) menyatakan bahwa sel jari-jari merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rasio penyusutan tangensial dan radial.

Sel jari-jari yang pendek dan lebar akan memperkecil penyusutan radial dibandingkan sel jari-jari yang terbentuk panjang tetapi sempit. Pengaruh sudut fibril terhadap sifat penyusutan tangensial dan radial kayu telah dikemukakan oleh Mitchell dan Frey Wiss dalam Skaar (1972)
yang menyatakan bahwa sudut fibril dinding sel radial adalah lebih besar dibanding sudut fibril di dinding sel tangensial. Akibatnya, susut tangensial lebih besar daripada susut radial.
Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), variasi nilai penyusutan pada contoh uji yang berbeda dari spesies yang sama dibawah kondisi yang sama terutama akibat dari tiga faktor yakni: ukuran dan bentuk potongan, kerapatan contoh uji, dan laju pengeringan contoh uji. Menurut Skaar (1972), persen penyusutan volumetris (Sv) dapat ditentukan dengan persamaan Sv = Sr + St
+ Sl – (0,01) (Sr) (St) . Karena nilai Sl sangat kecil dan nilai (0,01) (Sr) (St) kurang dari 0,5%, maka nilai-nilai tersebut biasanya diabaikan, sehingga persamaan diatas menjadi Sv = Sr + St.

Siklus Air Tanah Terhadap Vegetasi



HUBUNGAN AIR TANAH DENGAN VEGETASI

PENGERTIAN AIR TANAH
  Menurut Herlambang (1996) air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat didalam ruang antar butir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah yang disebut akifer.

MACAM-MACAM AKIFER
ž  Akifer Bebas (Unconfined Aquifer)
ž  Akifer Tertekan (Confined Aquifer)
ž  Akifer Semi tertekan (Semi Confined Aquifer)
ž  Akifer Semi Bebas (Semi Unconfined Aquifer)

ASAL AIR TANAH
Ò  Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah dan terletak pada zona jenuh air. Air tanah berasal dari permukaan tanah, misalkan hujan, sungai, danau.






SIKLUS AIR TANAH

KLASIFIKASI VEGETASI
  Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977).

Ossting (1982), mengklasifikasikan vegetasi terdiri dari 7 macam :
q  Vegetasi Pantai
q   Vegetasi Mangrove/Rawa
q   Vegetasi Payau
q  Vegetasi Gambut
q  Vegetasi Dataran Rendah
q  Vegetasi Dataran Tinggi
q  Vegetasi Pegunungan

HUBUNGAN AIR TANAH DAN VEGETASI

   Tumbuh-tumbuhan (vegetasi) dapat memberikan stabilitas permukaan tanah yang positif dari jalinan akar dan terhambatnya aliran air di permukaan. Sistim akar tumbuhan yang menyebar secara lateral, keluar dari tumbuhan mengikat butiran tanah menjadi menyatu, meningkatkan kuat geser, atau dapat tumbuh secara vertikal masuk ke dalam tanah hingga menembus lapisan tanah yang lebih stabil.

KESIMPULAN
q  Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah dan terletak pada zona jenuh air
q  Tumbuh-tumbuhan (vegetasi) dapat memberikan stabilitas pada permukaan tanah